Diduga Ada Upaya mengulur  Waktu, Pihak Polres Bitung Mintai Keterangan Kembali Ke Keluarga Pemilik Lahan Herman Loloh

Diduga Ada Upaya mengulur  Waktu, Pihak Polres Bitung Mintai Keterangan Kembali Ke Keluarga Pemilik Lahan Herman Loloh

Media Unit 1
Selasa, 29 Oktober 2024


Bitung, – Pada Senin (28/10/2024), keluarga Herman Loloh kembali memenuhi panggilan Polres Bitung untuk memberikan keterangan tambahan terkait sengketa tanah yang melibatkan lahan milik Herman Loloh dan Devie Ondang. Permintaan ini mencakup klarifikasi mengenai batas-batas tanah, lokasi lahan Devie Ondang, serta dugaan tumpang tindih antara kedua bidang tanah tersebut. 29/10/2024



Pihak penyidik Polres Bitung menyampaikan bahwa mereka akan turun ke lokasi tanah di Kelurahan Pinasungkulan, yang kini menjadi area tambang PT MSM/PT TTN, untuk memverifikasi kembali posisi tanah milik Herman Loloh. Hal ini disebut perlu dilakukan karena penyidik baru yang menggantikan penyidik lama harus memastikan lokasi tanah tersebut dengan lebih teliti.

Robby Supit, kuasa keluarga Herman Loloh, menyayangkan langkah yang diambil oleh Polres Bitung ini. Menurutnya, permintaan keterangan tambahan ini hanya mengulang pertanyaan yang sudah dijelaskan sebelumnya, terkesan mengulur waktu, dan tidak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan kasus ini.

"Keluarga sudah berulang kali memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sama. Terus menerus mengulang pertanyaan hanya mengulur waktu dan menyulitkan pihak kami yang menginginkan kejelasan hukum. Semua yang dibutuhkan sudah kami sampaikan sejak lama, dan faktanya sudah jelas bahwa tidak ada tumpang tindih antara tanah milik Herman Loloh dengan tanah Devie Ondang," tegas Robby.

Robby menjelaskan bahwa kejelasan mengenai posisi tanah tersebut sudah dipertegas melalui berbagai dokumen resmi, antara lain:

1. Surat dari BPN Bitung Nomor IP.02.01/4444.71.72/VI/2023 tertanggal 9 Juni 2023 yang menegaskan bahwa lokasi tanah SHM 157 milik Devie Ondang berbeda dengan SHM 135 dan 136 milik Herman Loloh.

2. Berita Acara Pengukuran Ulang Nomor 23/BAPU-18.07/V/2024 tertanggal 17 Mei 2023, yang menjelaskan bahwa tanah SHM 157 milik Devie Ondang tidak bisa dipetakan karena posisinya berada di atas koordinat tanah milik Herman Loloh.

3. Surat BPN Nomor MP.01.02/846-71-72/IX/2024 tertanggal 30 September 2024, yang kembali menegaskan bahwa tidak ada tumpang tindih antara tanah Devie Ondang dan Herman Loloh.

4. Surat dari Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara kepada pimpinan PT MSM, yang menginstruksikan penyelesaian ganti rugi tanah milik keluarga Herman Loloh yang dirampas untuk kepentingan tambang PT MSM.

"Semua dokumen ini sudah jelas membuktikan bahwa tidak ada masalah tumpang tindih. Tetapi, mengapa Polres Bitung masih terus meminta Neltje Loloh memberikan keterangan tambahan yang seperti memaksakan tanah tersebut tumpang tindih?" tanya Robby dengan nada kecewa. Ia juga mengkritik alasan penyidik baru yang ingin kembali turun ke lokasi karena penyidik sebelumnya sudah pindah. Menurutnya, ini hanyalah alasan yang dibuat-buat, mengingat lokasi tersebut sudah diukur dilakukan pemetaan batas berulang ulang sebanyak empat kali dengan kehadiran pihak kepolisian dan kepala BPN Bitung, bahkan salah satu pihak kepolisian yang turun lokasi saat itu sekarang menjabat KBO reskrim polres bitung yang menangani laporan ini.

Nelje Loloh, salah satu anggota keluarga Herman Loloh, juga mempertanyakan perkembangan laporan dugaan penyerobotan tanah yang dilayangkannya sejak 20 Mei 2023 dengan nomor STTLP/B/393/V/2023/SPKT/POLRES BITUNG/POLDA SULAWESI UTARA. Dalam laporannya, PT MSM/PT TTN diduga melakukan tindak pidana penyerobotan tanah. Namun, hingga kini laporan tersebut tampaknya tidak mendapat perhatian serius dan terkesan diabaikan oleh pihak Polres Bitung.

"Laporan kami tidak pernah ditindaklanjuti dengan jelas. Ketika kami meminta kejelasan, penyidik malah menyampaikan bahwa laporan kami telah digabung menjadi satu dengan laporan nomor 392, dan penyidik akan mencari surat bukti laporan tersebut. Mengapa begitu sulit mendapatkan keadilan?" kata Nelje dengan nada kesal.

Kasus sengketa tanah antara keluarga Herman Loloh dan PT MSM/PT TTN mencerminkan masalah yang lebih besar dalam penegakan hukum di Polres Bitung. Langkah yang diambil penyidik dengan terus meminta keterangan tambahan yang berulang dan terkesan mengulur waktu memperlihatkan ketidakseriusan dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan kepentingan masyarakat kecil. Ini bukan hanya soal sengketa tanah, tetapi soal keadilan yang kian sulit dicapai ketika hukum seolah tidak bekerja secara adil dan transparan.

Masyarakat berharap agar Polres Bitung segera melakukan introspeksi dan reformasi terhadap cara menangani kasus-kasus semacam ini. Penegakan hukum tidak boleh terhenti atau berlarut-larut hanya karena alasan administratif yang terkesan dibuat-buat. Ada kebutuhan mendesak untuk transparansi, ketegasan, dan integritas dari aparat kepolisian dalam menangani setiap laporan yang masuk. Jika hal ini tidak segera dibenahi, kepercayaan masyarakat terhadap Polres Bitung akan terus menurun, dan itu menjadi pukulan bagi institusi hukum di Sulawesi Utara.

L.I.79